SITUS PURBAKALA BUKIT KERANG – ACEH TAMIANG
(04 Januari 2016)
Aceh Tamiang memiliki potensi wisata alam yang sangatlah banyak dan jika dikelola dengan sangat baik, maka akan menjadi sumber APBD yang sangat berlimpah bagi Aceh Tamiang sendiri. Tidak hanya potensi wisata alamnya saja, ternyata di Aceh Tamiang sendiri memiliki objek wisata prasejarah yaitu situs bukit kerang yang berlokasi di desa Mesjid Kec, Bendahara, Kabupaten Aceh Tamiang.
Untuk mencapai lokasi wisata ini tidaklah membutuhkan waktu yang lama dari desa Upah Kec. Karang Baru. Kamu jalan saja ke arah Sungai Iyu dan belok kanan jika sudah di persimpangan ini.
Keberadaan situs ini memang tertutupi oleh pohon sawit yang tumbuh berjajar di sekeliling situs bukit kerang ini. Jarak situs bukit kerang ini sendiri tidak begitu jauh dari jalan. Hanya saja kamu harus melewati parit yang lumayan lebar dan jalan yang memang tidak menunjukkan adanya perawatan dan wadah pembelajaran arkeolog bagi siswa di lokasi wisata ini.
Kondisi situs purbakalanya ya seperti ini sewaktu kami datangi. Nikmati aja
Mungkin banyak yang bertanya-tanya apa sih keistimewaan situs bukit kerang yang ada di Aceh Tamiang ini?
Keistimewaan wisata ini adalah sebagai objek wisata penelitian prasejarah. Prasejarah adalah ilmu pengetahuan yang merekonstruksi segala aspek kehidupan manusia di masa lampau sebelum mengenal tulisan melalui benda-benda yang ditinggalkan (artefak, ekofak, fitur) serta mempelajari tradisi sejarah yakni suatu tingkah laku atau pola kehidupan masa prasejarah yang masih dipertahankan atau berlangsung hingga manusia mengenal tulisan. Tulisan dijadikan batasan dari masa prasejarah ke masa sejarah karena tulisan menunjukkan budaya peradaban yang tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian bahwasannya situs kerang ini merupakan peninggalan budaya zaman Mesolitikum di Indonesia. Suatu corak istimewa dari mesolitikum adalah adanya peninggalan-peninggalan yang disebut dengan perkataan Denmark Kjokkenmoddinger (kjokken= dapur, modding= sampah, jadi arti sebenarnya: sampah- sampah dapur). Didapatkannya di sepanjang pantai- pantai Sumatra timur laut, beberapa puluh kilometer dari laut sekarang, tetapi dahulunya di tepi pantai (Soekmono, 1973: 39). Pada saat bukit- bukit itu pertama kali ditemukan, para ahli geologi mengira bahwa itu adalah suatu lapisan bumi yang istimewa, namun tidak demikian keadaannya.
Pada tahun 1925 dan 1926 Callefens melakukan ekskavasi di sebuah bukit kerang dekat Medan, dan menghasilkan temuan kerang. Kerang-kerang yang berasal dari kulit kerang ini kemudian diteliti oleh van der Meer Mohr. Sebagian dari kerang terdiri dari Meretrix- meretrix dan sebagian kecil Ostrea (Soejono, 2010: 177)
Ternyata tumpukan yang awalnya dikira lapisan bumi, adalah tumpukan sisa-sisa kulit kerang. Di antara kerang itu mungkin ada yang dipergunakan sebagai alat tiup, alat minum, atau gayung air. Mungkin ada pula yang dijadikan sebagai perhiasan. Mungkin terdapat juga jenis kerang yang biasa untuk makan. Bekas-bekas itu menunjukkan telah adanya penduduk pantai yang tinggal dalam rumah- rumah bertonggak. Hidupnya terutama dari siput dan kerang. Siput-siput itu dipatahkan ujungnya, kemudian dihisap isinya dari bagian kepalanya. Sisa-sisa makanan mereka berupa rumah siput yang elah dipotong bagian ekornya dan kulit-kulit kerang dibuang pada suatu tempat sehingga membentuk ketinggian.
Selama ratusan sampai ribuan tahun kemudian timbunan itu bereaksi secara kimiawi dan menjelma menjadi bukit karang, kemudian inilah yang dinamakan sampah dapur .Cara makan siput yang seperti itu, masih banyak dilakukan oleh manusia zaman sekarang yaitu di daerah Pamekasan, Madura. Meskipun tidak secara umum, namun hal tersebut menunjukkan bahwa pola tingkah laku di zaman mesolitikum masih ada sampai sekarang.
Situs bukit kerang yang ada di wilayah kecamatan bendahara ini didiami oleh Manusia prasejarah era Mesolithic yang datang ke Aceh Tamiang sekitar 5 ribu hingga 7 ribu tahun yang lalu dan moluska adalah bahan makanan termudah yang bisa ditemukan di sana.
Keberadaan situs bukit kerang ini ternyata tidak hanya disini saja, di desa pangkalan kejuruan muda juga terdapat situs bukit kerang, dan di situs ini pernah dilakukan penelitian arkeologi oleh Balai arkeologi Medan, hasilnya ditemukan fosil manusia purba yang diduga berusia 5000-7000 BP (penanggalan berdasarkan perhitungan karbon), kampak genggam monofasial, hematit dan berbagai macam benda purbakala yang saat ini tersimpan di meseum jogjakarta.
Banyaknya sisa peninggalan zaman prasejarah yang ada di Aceh Tamiang ini harus membuat kita bangga karena kita termasuk salah satu bangsa yang memiliki peradaban masa prasejarah. Sudah selayaknya kita memahami dan kemudian melestarikan apa yang sudah ada terutama apa yang sudah Allah SWT limpahkan di Bumi Muda Sedia ini. Dan saran kami kepada guru-guru yang mengajarkan mata pelajaran sejarah, sebaiknya membawa anak didiknya untuk sesekali mengunjungi situs purbakala bukit kerang ini sebagai media pembelajaran.