SABANG – TUGU KILOMETER 0 INDONESIA
Menuju Sabang – Kilometer 0 Indonesia
Ini adalah pengalaman pertama saya ke Sabang. Walaupun sudah sering ke Banda Aceh tapi selalu tak punya waktu untuk singgah ke pulau ujung Indonesia ini. Karena lagi ada waktu libur kerja, akhirnya baru bisa pergi touring bersama 2 teman (Bang Armansyah Putra, Yudi Ananta) kerja dan 1 orang siswa saya (Yusri).
Sesampai di Banda Aceh kami langsung ke Pelabuhan Ulee-lheue. Saya dapat info dari teman yang tinggal di Sabang katanya kapal fery (KMP-BRR) yang biasa menegangkut penyebrangan dari Banda Aceh ke Sabang lagi perbaikan dan tidak beroperasi sehingga penyebrangan diganti menggunakan kapal kecil. Padahal Kapal KMP BRR ini bisa menampung sekitar 20 mobil dan 200 sepeda motor. Malahan saya disarankan tidak usah pergi ke Sabang karena membludaknya wisatawan yang ingin ke sana, takut tidak bisa menyebrang. “Jalan-jalan aja ke Banda Aceh” kata teman saya. Tetapi karena saya rasa cuma waktu liburan ini yang kami punya, ya tetap pergi juga.
Karena kondisi seperti itu, jadi kami putuskan untuk tidur di pelabuhan saja. Ternyata benar, saya hitung ada lebih dari 80 mobil sudah mengantri menyebrang ke Sabang sedangkan sepeda motor yang mengantri masih sedikit.
Ini catatan penting untuk kamu yang baru pertama kali ke Sabang lewat jalur darat jika pergi ketika masa liburan.
JANGAN DULU BELI TIKET. Pastikan terlebih dahulu kendaraan kamu sudah masuk antrian terdepan untuk masuk kapal. Karena tiket penyebrangan berlaku Cuma untuk 1 hari sedangkan kapasitas kendaraan yang bisa masuk kapal terbatas. Jadi, BISA HANGUS TU TIKET kalau seharian kamu gak bisa nyebrang-nyebrang juga. Lebih mudahnya kalau pergi bersama teman, jadi satu orang mengurus antrian kendaraan sedangkan satunya lagi membeli tiket.
Pembelian tiket dibuka jam 7.30 WIB dan gak usah heran, dalam hitungan detik saja sudah puluhan orang mengantri untuk membeli tiket walaupun kapal fery belum ada. Start awal kapal fery berangkat dari pelabuhan Balohan, Sabang menuju Ulee-lheue Banda Aceh pukul 07.30 WIB. Kapal tiba di Ulee-lheue setelah 1,5 jam perjalanan jadi sampai di Banda Aceh jam 09.30 WIB. Nah setengah jam kemudian baru kapal berangkat lagi menuju Sabang. Alhamdulillah karena kami cepat sampai jadi kami bisa pergi pagi hari.
Karena kami menggunakan kapal kecil, saya hitung yang bisa masuk kapal hanya 6 mobil dan 40 sepeda motor. Jadi masih ada puluhan mobil dan sepeda motor lagi yang mengantri di pelabuhan Ulee-lheue. Rasanya gak sia-sia kami tidur di pelabuhan malam itu karena selama di pelabuhan saya banyak berkenalan dengan orang-orang yang ingin ke Sabang dan mendengar keluh kesah mereka, ada yang sudah 1 bahkan 3 hari ngantri di pelabuhan. Mereka rela berhari-hari mengantri karena banyak yang baru pertama kali pergi ke Sabang dan sayang kalau liburannya gak kesampean.
Sampai di Sabang pukul 11.30 WIB kami tidak langsung ke titik 0 Km Indonesia tetapi jalan-jalan sebentar ke kota Sabang. Bagi saya kota ini luar biasa nyaman karena masih banyak terdapat pohon-pohon yang berusia mungkin sudah ratusan tahun yang membuat sejuk setiap sudut jalan kota. Banyaklah pokoknya…
Nah setelah shalat dzuhur baru kami berhenti sebentar di lokasi I Love Sabang. Sebuah tempat yang mungkin mengajak kamu untuk lebih menikmati dan mencintai kota Sabang. Di lokasi ini saya bisa melihat lautan dan ujung pulau weh tempat Kilometer 0 Indonesia berada. Foto-foto disana kemudian langsung berangkat menuju Kilometer 0 Indonesia.
Bagi saya yang baru pertama kali menuju titik Kilometer 0 Indonesia, perjalanan ini serasa luar biasa. Bagaimana tidak, untuk menuju ke sana saya harus naik turun bukit melewati hutan lindung yang lebat dan dari atas bukit saya bisa melihat luasnya lautan. Saya juga bisa melihat pulau-pulau kecil di sekitar pulau Weh. Kadang-kadang terlihat juga monyet melintas di jalan yang kami lalui.
Banyak orang bilang, belum dianggap pernah ke Sabang kalau belum pergi dan berfoto-foto di Tugu Kilometer 0 Indonesia karena tempat ini merupakan tempat yang wajib di datangi ketika pertama kali pergi ke Sabang. Berada di tempat yang berjarak ± 42 Km dari kota Sabang ini bisa dikatakan menimbulkan rasa nasionalisme kamu dan kecintaan kamu terhadap bangsa ini.
Sesampainya kami di Kilometer 0 Indonesia tampak sudah ramai orang yang berada disini .Terlihat di hadapan kami bangunan megah yang menjulang tinggi yang saya tahu itu merupakan tugu Kilometer 0 Indonesia yang baru.
Karena ramainya wisatawan, agak susah untuk berfoto-foto di tulisan “KILOMETER 0 INDONESIA” karena ya berebut foto di tulisan tersebut. Ketika hendak berfoto Saya sudah kecewa karena ada satu huruf yang telah hilang, yaitu huruf E. Ternyata rusaknya huruf 0Km itu akibat dari banyaknya wisatawan yang foto sambil duduk di atasnya. Ditambah lagi banyak tulisan-tulisan nama-nama orang tidak bertanggung jawab di setiap hurufnya. Tulisan-tulisan itu ada yang menggunakan spidol, pulpen bahkan tipeX. Seharusnya kemanapun kita pergi berwisata, kita tidak boleh merusak tempat-tempat bersejarah seperti ini. Cukuplah diabadikan dengan foto saja jika kesana.
Kekecewaan saya sedikit terobati karena pemandangan disini tak kalah indah dengan tempat-tempat wisata lain. Kami bisa menikmati pemandangan panorama lautan lepas tepat di depan tugu yang menghadap samudra Hindia. Disini juga banyak penjual yang menjual aneka ragam makanan serta oleh-oleh khas Sabang. Ada satu hal penting yang kami sempat terlupa dan sangat disayangkan kami lewatkan disini yaitu mendapatkan sertifikat Kilometer 0 Indonesia. Sertifikat ini bisa diambil pada kantor dinas pariwisata kota Sabang dengan memberikan bukti foto kita disana.
Tugu kilometer 0 Indonesia yang baru memiliki arti di setiap bagian bangunannya.
- Empat pilar yang menyokong tugu ini yaitu melambangkan batas wilayah kedauatan Indonesia semboyan dari Sabang sampai merauke, dari Miangas sampai pulau Rote.
- Bentuk lingkaran pada tugu sendiri yaitu analogi dari angko Nol
- Terdapat dua buah bentuk senjata Rencong yang merupakan bukti rakyat Aceh pernah memperjuangkan NKRI. Rencong yang disarungkan mengartikan perjuangan secara kekerasan telah selesai.
- Ornamen segi 8 pada tugu menunjukkan landasan pengembangan ajaran Islam, kebudayaan Aceh dan Nusantara dalam lingkup yang luas ke 8 penjuru mata angin
- Pada bagian bawah tugu terdapat taman air yang mengadopsi bentuk bungong jeumpa (bunga khas Aceh) menjelaskan bahwa sebagai manusia yang dilahirkan sempurna, memiliki kecantikan atau ketampanan, harus bisa bermanfaat untuk orang banyak.
Karena sudah sore kamipun kembali menuju kota Sabang dan berselfie ria memandangi sunset diperjalanan.